Minggu, 15 Mei 2011

BAB 10 ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

10.1 PENGERTIAN
Sebelum dikeluarkan UU no. 5 tahun 1999, sbenarnya pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasrkan pada pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hokum dan pasal 382 bis KUH Pidana.

Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah, bila perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren- konkuren orang lain itu.

Dengan demikian, dari rumusan pasal 382 bis KUH Pidana terlihat bahwa seseorang dapat dikenakan sanksi pidana atas tindakan “ persaingan curang “ dengan memenuhi beberapa criteria sebagai berikut :
1. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang.
2. Perbuatan persaingan curang itu dilakukan dalam rangka mendapatkan, melangsungkan dan memperluas hasil dagangan atau perusahaan.
3. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan curang tersebut baik perusahaan si pelaku maupun perusahaan lain
4. Perbuatan pidana persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu.
5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut telah menimbulkan kerugian bagi konkurennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan si pelaku.
Dalam Undang- Undang nomor 5 tahun 1999 telah didefinisikan mengenai pelaku usaha, yaitu :
Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegitan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Namun, dalam praktik monopoli berdasarkan Undang- undang nomor 5 tahun 1999 adalah suatu usaha pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

10.2 ASAS DAN TUJUAN
Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Dengan demikian, tujuan Undang- undang nomor 5 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

10.3 KEGIATAN YANG DILARANG
Kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis adalah monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persekongkolan, posisi dominant, jabatan rangkap, pemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis.
1. Monopoli
Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu ( di pasar lokal atau nasional ) sekurang- kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan.
Sementara itu, monopoli berdasarkan undang- undang nomor 5 tahun 1999, memuat beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ), jika
1. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya
2. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan dan atau jasa yang sama
3. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu.
2. Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang yang dikuasai oleh seorang pembeli ; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
Sementara itu monopsoni menurut pasal 18 undang- undang no. 5 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a. Pelaku usaha dilarang melakukan menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembelitunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal.
3. Penguasaan pasar
Penguasaan pasar adalah proses, cara atau perbuatan menguasai pasar.
4. Persekongkolan
Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan ( kecurangan ).
Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh undang- undang nomor 5 tahun 1999 dalam pasal 22 sampai dengan pasal 24 adalah sebagai berikut :
a. Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatuur dan atau menentukan pemenang tender
b. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan.
c. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya.
5. Posisi dominan
Posisi dominant artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam pasal 1 angka 4 undang- undang nomor 5 tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Sementara itu, pasal 25 menyatakan bahwa pelaku usaha dapat dikategorikan menggunakan posisi dominan apabila memenuhi kriteria, sebagai berikut :
a. Menetapkan syarat- syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.
b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi atau menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
6. Jabatan rangkap
Mengenai jabatan rangkap, dalam pasal 26 Undang- undang nomor 5 tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan - perusahaan itu :
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu
7. Pemilikan saham
Mengenai pemilikan saham, berdasarkan pasal 27 Undang- undang nomor 5 tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8. Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
Pasal 28 Undang- undang nomor 5 tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hokum maupun yang bukan berbadan hokum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam menjalankan perusahaan tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang akan mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat dan secara tegas dilarang.

10.4 Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seseorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian antara lain :
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen pada pasar bersangkutan yang sama.
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan jasa yang sama.
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar.
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang ttelah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing – masing perusahaan yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama- sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan
b. Pelaku usaha patut diduga secara bersama- sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang/ jasa tertentu.
8. Integrasi vertical
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usah lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

10.5 Hal – hal yang dikecualikan dari Undang – undang anti monopoli
1. Perjanjian yang dikecualikan
a. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual.
b. Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak
mengekang dan atau menghalangi persaingan.
d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk
memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari
harga yang lebih rendah dari harga yang telah diperjanjikan.
e. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar
hidup masyarakat luas.
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah.
2. Perbuatan yang dikecualikan
a. perbuatan pelaku usaha yang tergolong dal pelaku usaha.
b. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota.
3. Perbuatan dan atau perjanjian yang diperkecualikan
a. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
c. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk eksport dan tidak mengganggu kebutuhan atau pasokan dalam negeri.


10.6 Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi pengawas persaingan usaha adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalani kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat.
Tugas dan wewenang KPPU adalah :
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya.
3. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi.
4. Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
5. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
6. Melakukan peneliltian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli.
7. Melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan praktik monopoli
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli
10. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrative kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang- undang.

10.7 Sanksi
1. Sanksi administrasi
Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertical, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah- serendahnya satu milliard rupiah.
2. sanksi pidana pokok dan tambahan
Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertical, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominant, pemilikan saham, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua puluh lima miliar rupiah dan setinggi- tingginya seratus milliard rupiah, sedangkan untuk pelanggaran mengenai penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima milliar.

0 komentar:

Posting Komentar