Selasa, 15 Januari 2013

ETIKA PROFESI HUKUM

Pengertian Etika Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti : Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap. Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara kritis, reflektif, dan komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks ini lebih menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup yang baik itu. yakni hidup yang bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya. menurut Aristoteles denaih apa yang mencapai tujuan hidupnya berarti manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia ingin meraih apa yang apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan, eudaimonia. Perilaku menjadi obyek pembahasan etika, karena dalam perilaku manusia menampakkan berbagai model pilihan atau keputusan yang masuk dalam standar penilaian atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung kemanfaatan atau kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Fungsi Etika Di era modernisasi dengan segala kecanggihan yang membawa perubahan dan pengaruh terhadap nilai-nilai moral, adanya berbagai pandangan ideologi yang menawarkan untuk menjadi penuntun hidup tentang bagaimana harus hidup dan tentunya kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral sehingga bingung harus mengikuti moralitas yang mana, untuk itu sampailah pada suatu fungsi utama etika, sebagaimana disebutkan Magnis Suseno (1991 : 15), yaitu untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Pengertian Profesi Profesi dalam kamus besar bahasa indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. jenis profesi yang dikenal antara lain : profesi hukum, profesi bisnis, profesi kedokteran, profesi pendidikan (guru). menurut Budi Santoso ciri-ciri profesi adalah : a. suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas; b. suatu teknis intelektual; c. penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis ; d. suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi; e. beberapa standar dan pernyatan tentang etika yang dapat diselenggarakan; f. kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri; g. asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota; h.pengakuan sebagai profesi; i. perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi; j. hubungan erat dengan profesi lain. Etika Profesi Etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagia anggota umat manusia (Magnis Suseno et.al., 1991 : 9). untuk melaksanakan profesi yang luhur itu secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya ( Magnis Suseno et.al., 1991 : 75). Tiga ciri moralitas yang tinggi itu adalah : 1. Berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi. 2. Sadar akan kewajibannya, dan 3. Memiliki idealisme yang tinggi. Profesi Hukum Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan suatu negara (C.S.T. Kansil, 2003 : 8). profesi hukum dari aparatur hukum negara Republik Indonesia dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik. Nilai Moral Profesi Hukum Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum. 1. Kejujuran Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu : a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara cuma-cuma b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras. 2. Otentik Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain : a. tidak menyalahgunakan wewenang; b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela; c. mendahulukan kepentingan klien; d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu atasan; e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial. 3. Bertanggung Jawab Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya ; b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo); c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya. 4. Kemandirian Moral Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama. 5. Keberanian Moral Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain : a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli; b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah. Etika Profesi Hukum Dari hasil uraian diatas dapat kita rumuskan tentang pengertian etika profesi hukum sebagai berikut : Ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang buruk, yang patut dikerjakan seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum dari hukum yang berlaku dalam suatu negara. sesuai dengan keperluan hukum bagi masyarakat Indonesi dewasa ini dikenal beberapa subyek hukum berpredikat profesi hukum yaitu : Polisi, Jaksa, Penasihat hukum (advokad, pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi. Seluruh sektor kehidupan, aktivitas, pola hidup, berpolitik baik dalam lingkup mikro maupun makro harus selalu berlandaskan nilai-nilai etika. Urgensi etika adalah, pertama, dengan dipakainya etika dalam seluruh sektor kehidupan manusia baik mikro maupun makro diharapakan dapat terwujud pengendalian, pengawasan dan penyesuaian sesuai dengan panduan etika yang wajib dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan bermasyarakat, ketiga, dapat ditegakan nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan, kejujuran, keterbukaan dan keadilan, keempat, dapat ditegakkannya (keinginan) hidup manusia, kelima, dapat dihindarkan terjadinya free fight competition dan abus competition dan terakhir yang dapat ditambahkan adalah penjagaan agar tetap berpegang teguh pada norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat sehingga tatanan kehidupan dapat berlangsung dengan baik. Dampak Penegakan Dan Pelanggaran Etika Penyair Syauqi Beg Menyebutkan "sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka masih mempunyai ahklak (moral) yang mulia, maka apabila ahklak mulianya telah hilang. maka hancurlah bangsa itu". Manusia memang sering kali bersikap dan berperilaku yang berlawanan dengan norma yang sudah dipelajari dan dipahaminya. Norma moral memang sudah banyak dipahami oleh kalangan komunitas terdidik (aparatur negara) ini, tetapi mereka masih juga melihat pertimbangan kepentingan lain yang perlu, dan bahkan harus didahulukan dengan cara mengalahkan berlakunya norma moral (akhlak). contoh-contoh kasus yang merupakan dampak dari pelanggaran etika banyak di jumpai masyarakat atau dalam perjalanan kehidupan bangsa ini. perilaku orang kecil (kalangan miskin) yang melanggar norma moral sangat berbeda akibatnya jika dibandingkan dengan perilaku pejabat atau aparatur negara. Kalau pejabat atau aparatur negara yang melakukan penyimpangan moral, maka dampaknya bukan hanya sangat terasa bagi keberlanjutan hidup bermasyarakat dan bernegara, tetapi juaga terhadap citra institusi yang menjadi pengemban tegaknya moral. Masyarakat tanpa akhlak mulia sama seperti masyarakat rimba dimana pengaruh dan wibawa diraih dari keberhasilan menindas yang lemah, bukan dari komitmen terhadap integritas akhlak dalam diri. manusia yang mengabaikan etika kehidupan itulah yang membuat bumi ini sakit parah, menjadi korban keteraniayaan, atau mengalami kerusakan berat. kerusakan ini tidak lagi membuat bumi menjadi damai, bahkan sebaliknya menuntut tumbal yang mengerikan yang barangkali tidak terbayangkan dalam pikiran manusia. Banyaknya kasus yang terjadi dan akibat yang ditimbulkan lua biasa, maka ini menunjukan bahwa dampak dari pelanggaran etika atau penyimapangan moral tidaklah main-main. pelanggaran moral telah terbukti mengakibatkan problem serius di hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia. Kondisi masyarakat tampak demikian tidak berdaya, menjauh dari hak kesejahteraan, hak keadilan, hak pendidikan yang berkualitas, hak jaminan kesehatan dan keselamatan, adalah akibat pelanggaran moral yang sangat kuat. Eksistensi Etika Profesi Hukum Pameo "ubi societas ibi ius" (dimana ada masyarakat, disana ada hukum) sebenarnya mengungkapkan bahwa hukum adalah suatu gejala sosial yang bersifat universal. Dalam setiap masyarakat, mulai dari yang paling modern sampai pada masyarakat yang primitif, terdapat gejala sosial yang disebut hukum, apapun namanya. Bentuk dan wujudnya berbeda-beda, tergantung pada tingkat kemajemukan dan peradapan masyarakat yang bersangkutan. Istilah-istilah yang bermunculan di masyarakat pun tidak berbeda dengan apa dengan apa yang dialami dengan istilah hukum, yakni seiring dengan perkembangan (dinamika) yang terjadi dalam realitas kehidupan masyarakat. Di tengah masyarakat terdapat pelaku-pelaku sosial, politik, budaya, agama, ekonomi, dan lainnya, yang bisa saja melahirkan istilah-istilah atau makna varian sejalan dengan tarik menarik kepentingan. Perkembangan istilah-istilah yang diadaptasikan dengan dinamika sosial budaya masyarakat kerapkali menyulitkan kalangan ahli-ahli bahasa, terutama bila dikaitkan dengan penggunaan bahasa yang dilakukan di lingkungan jurnalistik media cetak. Perkembangan pers yang mengikuti target-target globalisasi informasi, industrialisasi atau bisnis media, dan transformasi kultural, politik dan ekonomi yang berlangsung cepat telah memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap pertumbuhan dan pergeseran serta pengembangan makna, istilah, atau kosakata. Misalnya kata profesi cukup gampang diangkat dan dipakai oleh bermacam-macam pekerjaan, perbuatan, perilaku dan pengambilan keputusan. Kata profesi mudah digunakan sebagai pembenaran terhadap aktifitas tertentu yang dilakukan seseorang atau sekumpulan orang. Kata pekerjaan itu sebagai hak (right) secara yuridis juga dapat ditemukan dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagai berikut : 1. Setiap orang berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak. 2. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan. 3. Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama. 4. Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan kerja yang sepandan dengan martabat kemanusiaan berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya. Profesi Hukum dan Penegakan Hukum Suatu profesi hukum di awali dengan proses pendalaman dan penguasaan spesifikasi keilmuwan di bidang perundang-undangan (hukum). Orang yang berniat menjadi penyelenggara atau pengemban profesi hukum haruslah masuk dalam lingkaran atau komunitas proses. Tanpa melalui jalan ini, sulit dihasilkan seorang figur penyelenggara hukum yang handall (profesional). Profesionalitas ikut ditentukan oleh peran atau kontribusi yang ditujukan selama berada dalam komunitas profesi. Ada tahap seseorang baru boleh dan tepat mempelajari pengertian hukum dan profesi, kemudian dilanjutkan dengan mempelajari fungsi, orientasi dan manfaat sebuah profesi hukum ditengah masyarakat. Tahap-tahap yang perlu dilalui ini menjadi pengantar menuju penegakan, pemberdayaan dan pemuliaan profesi. Implementasi profesi itu, termasuk profesi hukum sebenarnya tergantung dari pribadi yang bersangkutan karena mereka secara pribadi mempunyai tanggung jawab penuh atas mutu pelayanan profesinya dan harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat atau diabadikan untuk kepentingan umum yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan serta dapat dipercaya. Dinamika kualitas pelayanan profesi itu terkait dengan tingkat dan macam problem yang dihadapi masyarakat. Suatu jenis profesi, termasuk profesi hukum akan bisa dilihat perkembangan dan prospeknya melalui ragam konflik sosial yang muncul. Untuk menjadi penyelenggara profesi hukum yang baik dibutuhkan kehadiran sarjana-sarjana hukum dan praktisi hukum yang memiliki kualifikasi sikap berikut: 1. Sikap kemanusiaan 2. Sikap keadilan yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan. 3. Mampu melihat dan menempatkan nilai-nilai objektif dalam suatu perkara yang ditangani. 4. Sikap kejujuran. Profesi Hukum dan Unsur-Unsur Penegakan Hukum Pengertian penegakkan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut urutan sebagai berikut; 1. Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi (percobaan); 2. Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda); 3. Penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu); 4. Pengenaan sanksi badan (pidana penjara, podana mati). Masalah-Masalah Profesi Hukum Dalam pembahasan profesi hukum, Sumaryono (1995) menyebutkan lima masalah yang dihadapi sebagai kendala yang cukup serius, yaitu : (a) Kualitas pengetahuan profesional hukum; (b) Terjadi penyalahgunaan profesi hukum; (c) Kecenderungan profesi hukum menjadi kegiatan bisnis; (d) Penurunan kesadaran dan kepedulian sosial; (e) Kontinuasi sistem yang sudah usang.

Kasus Raksasa Korupsi Proyek Hambalang

Nama : Angelina Putri R NPM : 25209219 Kelas : 4EB01 Kasus Raksasa Korupsi Proyek Hambalang Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional yang terletak di Bukit Hambalang, Bogor Jawa Barat kembali menunjukkan ragam keanehan. Berbagai persoalan muncul secara beruntun dan kemunculannya kian hari kian menunjukkan bahwa proyek raksasa tersebut sungguh sarat dengan berbagai bentuk praktik penyimpangan. Maka tidak mengherankan bila kemudian, baik media maupun publik mulai menempatkan perhatian yang lebih serius dalam rangka memahami lebih jauh fenomena dan ragam keganjilan apa sesungguhnya yang masih mengendap di bumi Hambalang. Kasus proyek Hambalang menjadi sorotan publik sejak kasus Muhammad Nazaruddin tampil ke permukaan. Dalam perjalanan pembongkaran kasus Nazaruddin, ternyata mengemuka bahwa proyek Hambalang justru sarat dengan praktik-praktik korupsi yang dilakukan oleh sejumlah kalangan. Bahkan nama-nama besar yang kemudian diduga terlibat dalam persoalan korupsi kasus Hambalang justru bermunculan dari kalangan partai berkuasa. Belum tuntas pembongkaran terhadap kasus korupsi yang terjadi dalam proyek Hambalang, kini mencuat ke permukaan masalah baru yang boleh jadi justru merupakan mata rantai berkepanjangan dari kasus-kasus yang telah mengemuka sebelumnya. Ternyata sejumlah bangunan di proyek multiyears itu justru ambruk sebelum berfungsi sebagaimana mestinya. Sampai detik ini, kasus ambruknya sejumlah bangunan itu ditengarai kondisi tanah yang menopang bangunan sangat labil sehingga mengakibatkan tanahnya ambles dan tidak mampu menopang bangunan di atasnya. Apa yang terjadi belakangan ini dalam kasus Hambalang, yaitu seiring amblesnya tanah di lokasi proyek kian menunjukkan bahwa betapa sesungguhnya dugaan korupsi dalam proyek dimaksud bukan lagi sebatas indikasi semata, melainkan sudah menjadi sebuah raksasa korupsi yang memang dilakukan secara besar-besaran. Terbukti dari maraknya persoalan yang melingkupi dan mengiringi perjalanan pembangunan Hambalang. Bahkan kasusnya kian bermunculan satu per satu jauh sebelum bangunannya dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Sederet kejanggalan yang selama ini turut menyelimuti proses pembangunan Hambalang adalah mulai dari perubahan nilai proyek yang mengalami peningkatan cukup drastis. Rencana awal, proyek ini akan dibangun dengan nilai anggaran Rp 125 miliar. Lalu entah dengan pertimbangan apa dan juga dengan proses yang bagaimana, anggarannyapun mengalami pembengkakan hingga mendekati angka 10 kali lipat dari yang dianggarkan sebelumnya. Maka total nilai proyek menjadi Rp 1,2 triliun yang kemudian dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010. Sejumlah Tanda Tanya Terjadinya penggelembungan anggaran dalam proyek Hambalang tentu menyisakan sejumlah tanda tanya besar. Adalah suatu hal yang wajar bila kemudian dalam suatu proyek membutuhkan adanya penambahan pendanaan. Hal ini bisa dipahami bila ternyata terjadi prediksi yang meselet atau antara perencanaan dan realisasi tidak berjalan seirama. Namun toleransi peningkatan anggaran tentu harus logis. Kalau kemudian peningkatan anggaran dalam suatu proyek justru terjadi peningkatan sebesar 10 kali lipat sebagaimana yang terjadi dalam proyek Hambalang atau kalau kemudian peningkatan anggaran itu justru melebihi dari total nilai anggaran sebelumnya, maka setidaknya ada dua kemungkinan yang menjadi faktor penyebabnya. Pertama, kemungkinan sebuah proyek itu tidak melalui tahapan perencanaan yang matang atau tidak melalui mekanisme yang telah ditentukan. Kemungkinan pertama ini bisa saja terjadi manakala dalam proses awal suatu proyek justru tidak melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dan punya keahlian untuk itu. Sehingga jalannya perencanaan menjadi serampangan dan tidak didasarkan pada asumsi-asumsi atau perkiraan yang dilandasi konsep yang cukup matang. Kedua, kemungkinan besar telah terjadi persekongkolan sebelumnya oleh sejumlah pihak dalam rangka mengeruk keuntungan pribadi maupun segelintir orang. Kemungkinan kedua ini lebih sering mengemuka ke permukaan dalam pengerjaan suatu proyek. Dalam situasi semacam ini, nilai suatu proyek merupakan akumulasi dari nilai yang dibutuhkan untuk proses pembangunan dengan persentase keuntungan yang telah disepakati sebelumnya untuk dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak. Bahkan tidak jarang terjadi bahwa nilai proyek yang sesungguhnya justru jauh lebih kecil dengan nilai dana yang hendak disalahgunakan. Kejanggalan lain yang juga turut mewarnai perjalanan proyek Hambalang adalah terkait kinerja kontraktor yang memenangkan tender proyek raksasa itu. Semula, proyek ini merupakan kerja sama operasi antara PT Adhi Karya dan Wijaya Karya. Lalu kemudian disubkontrakkan ke sejumlah perusahaan lain. Salah satu perusahaan yang mendapatkan subkontrak itu adalah PT Dutasari. Ironisnya pekerkaan yang disubkontrakkan kepada Dutasari justru bukan bidang keahliannya. Dengan demikian, maka Dutasari mensubkontrakkannya lagi ke PT Bestindo Aquatek Sejahtera dan PT Kurnia Mutu. Sumber http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/06/23/102686/raksasa_korupsi_proyek_hambalang/ Komentar Setelah saya membaca artikel mengenai kasus Proyek Hambalang, bagi saya itu sangat memprihatinkan. Alasan Yang pertama karena yang melakukan praktek korupsi pada proyek Hambalang adalah orang Indonesia sendiri dan merupakan Pejabat Pemerintah atau partai penguasa di Indonesia saat ini, yang seharusnya mereka itu tugasnya mengayomi, membimbing dan membina rakyat Indonesia untuk menjadi lebih baik dan memelihara bangsa Indonesia agar tidak ditindas kembali oleh bangsa lain. Meraka bukannya melaksanakan tugasnya dengan baik tetapi malah menghabiskan uang Negara untuk kepentingan pribadi yang seharusnya uang itu digunakan untuk membangun Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional yang terletak di Bukit Hambalang, Bogor Jawa Barat. Seharusnya pejabat pemerintah itu bertanggung jawab atas tugasnya untuk mempertahankan dan menjaga bangsanya dari segala macam ancaman yang mengganggu, tetapi malah pejabat pemerintah sendiri yang menimbulkan ancaman bagi negaranya sendiri dan berarti pejabat pemerintah tidak bisa mempertanggungjawabkan tugas nya dan sumpah tugasnya. Terlebih lagi Muhammad Nazaruddin merupakan bendahara partai Demokrat yang merupakan partai yang dianut oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan Presiden Negara Republik Indonesia. Muhammad Nazaruddin merupakan bendahara partai Demokrat tetapi mengapa Nazaruddin ingin mencorengkan nama partainya sendiri dan dengan Nazaruddin melakukan korupsi berarti Ia tidak atau belum mengerti tentang Etika Profesi Akuntansi. Seharusnya sebagai bendahara, Ia dapat mengatur keuangan partai nya sendiri atau keuangan Negara ini. Karena tidak mungkin, proyek yang awalnya membutuhkan dana sebesar 125 Miliar menjadi menggelembung sebesar 10 kali lipat menjadi 1,2 triliun. Itu bukan dana yang sedikit. Seharusnya pemimpin Negara Indonesia harus dapat memilah – milah yang mana kegiatan yang harus mengeluarkan dana yang besar atau tidak perlu mengeluarkan dana yang terlalu besar itu. Karena daripada dana tersebut dapat menimbulkan peluang untuk korupsi lebih baik digunakan untuk membantu pendidikan masyarakat Indonesia yang masih sangat kurang. Dan saya juga membaca bahwa proyek Hambalang tersebut di subkontrakkan kepada perusahaan lain, salah satunya adalah PT. Dutasari yang tidak mempunyai keahlian dalam bidang ini. Lalu apa gunanya kemudian pengerjaan proyek itu harus disubkontrakkan kepada Dutasari yang memang tidak punya keahlian untuk itu? Ternyata belakangan diketahui bahwa pemilik Dutasari justru merupakan kader partai penguasa saat ini. Oleh sebab itu, maka menjadi tidak mengherankan terkait dengan apa sesungguhnya motif terselubung yang melatarbelakangi pengalihan pengerjaan proyek dimaksud. Keganjilan lain yang patut dipertanyakan adalah bagaimana sesungguhnya peran pemenang tender dalam pengerjaan proyek ini? Bukankah ketika pemenang tender justru melakukan subkontrak atas suatu proyek ke pihak lain hanya menggambarkan bahwa pemenang tender hanya sekadar perantara? Apakah hal ini juga termasuk sebagai makelar proyek? Kalau dalam satu pengerjaan proyek saja ditemukan rentetan pengerjaan yang begitu berkepanjangan, maka menjadi patut dipertanyakan apa sesungguhnya yang terjadi di balik semua ini. Bukankah semua perusahaan yang terlibat dalam suatu proyek sudah dapat dipastikan akan mencari keuntungan dari proyek yang ditanganinya. Tentu bisa dibayangkan betapa uang negara justru kandas sebelum ditempatkan pada fungsi yang sesungguhnya. Beberapa persoalan inilah yang perlu mendapat perhatian serius dari KPK. Bagaimanapun KPK harus bertindak cepat dan sigap sebelum segala sesuatunya terlanjur lebih buruk. Proyek Hambalang sudah cukup menunjukkan bagaimana raksasa korupsi selama ini telah mengiringi perjalanannya. Oleh karena itu, maka tidak ada alasan untuk tidak mengusut tuntas berbagai bentuk penyimpangan dalam proyek raksasa ini.