Kasus gugatan pembatalan merek alat Penyaring Sampah Otomatis Mekanikal Elektrik Hidrolik yang diklaim ditemukan Poltak Sitinjak berimbas pada pelanggaran hukum dan menyeret Dirut PT Penataran Angkatan Laut (PAL) Harsusanto.
Tudingan pelanggaran hukum itu terkait salah satu isi replik pada persidangan pembatalan Hak Paten Sederhana yang terdaftar di Dirjen HaKI Depkum dan HAM No.ID 0000490 S di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang diajukan Harsusanto.
Di dalam replik itu disebutkan bahwa Poltak Sitinjak selaku Dirut PT Asiana Technologies Lestary telah menggunakan alat paten sederhana yang diimpornya dari Korea Selatan. Sebagaimana surat pernyataan (declaration) yang disampaikan Presdir Kum Sung Ind. Co Ltd Bon Chul Koo tertanggal 11 Desember 2006.
Pada surat pernyataan itu disebutkan PT Asiana Technologies Lestary telah mengimpor produk Hydraulic Slide Trash Removing System untuk proyek Dinoyo Canal Pumping Station Project di Surabaya.
Terkait replik tersebut, Poltak membantah telah mengimpor produk itu dari Korsel. Kepada pengadilan, dia menyampaikan surat kesaksian (letter of testimony) dari Presdir Ariko Enterprise Ltd K.J. Kim yang berdomisili di Korsel.
Surat kesaksian tertanggal 12 Maret 2007 itu menyatakan Ariko Enterprise Ltd tidak pernah mengekspor Hydraulic Slide Trash Removing System ke Indonesia melalui PT Asiana Technologies Lestary. Pelanggaran Isi replik yang dinilai merusak nama baik dan fitnah itu kemudian dilaporkan Poltak.
Kasus pelanggaran hukum tersebut kini tengah diproses oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Pasunuan Harahap. Pada persidangan akhir pekan lalu, majelis hakim meminta keterangan saksi ahli pakar hukum sekaligus dosen Universitas Gajah Mada Markus Priyo Gunarto tentang pelanggaran hukum yang dikaitkan dengan isi replik di persidangan.
Menurut Markus, bukti surat pernyataan yang disampaikan di persidangan harus diuji terlebih dahulu kebenarannya. Apakah dapat dipertanggung jawabkan secara hukum atau tidak. "Yang berhak menguji dan menyatakan benar atau tidak adalah pengadilan, setelah majelis hakim memproses kebenarannya. Tak seorang pun boleh menilai surat itu benar atau palsu," kata pengajar fakultas hukum itu di persidangan.
Dia menambahkan perbuatan melawan hukum atau suatu tindakan pidana harus dapat memenuhi unsur formil. Tidak serta merta perbuatan yang dilakukan seseorang dapat memenuhi unsur yang dituduhkan.
Sementara itu, Otto Hasibuan selaku kuasa hukum Harsutanto menyatakan baru pertama kali terjadi di negeri ini pembuktian replik di persidangan dianggap perbuatan melanggar hukum. "Ini kasus unik, karena itu saya berkenan membela Harsutanto. Bagaimana mungkin pelanggaran yang tidak pernah dilakukan tapi dianggap merusak nama baik dan fitnah," katanya kepada Bisnis kemarin.
Lain halnya dengan jaksa Jaya Sakti, dalam dakwaan disebutkan Harsutanto telah merusak kehormatan, nama baik dan menyebar fitnah terhadap Poltak Sitinjak melalui replik di persidangan pembatalan merek alat Penyaring Sampah Otomatis Mekanikal Elektrik Hidrolik.
KOMENTAR
Menurut saya seharusnya jika kita sudah membuat atau menciptakan sesuatu yang dapat digunakan atau dapat dikonsumsi banyak orang, seharusnya kita sudah memikirkannya untuk mendaftarkan suatu yang kita buat atau kita ciptakan untuk mendapatkan hak paten agar tidak terjadi hal seperti kasus di atas, asal mengakui sesuatu yang harusnya menjadi milik orang.
sumber: tentanghki.blogspot.com
Minggu, 27 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar